Halaman

Sabtu, 24 Juli 2010


Mem-BUMI-kan CINTA, Menggapai Ridho-Nya
Oleh: Ayu Indayanti Ismail
Menyelami racikan kata nan indah membentuk lautan makna yang berpendar bak mutiara seakan menjadi kekhasan tersendiri bagi seorang Habiburrahman El Shirazy dalam menghasilkan karya sastra khususnya novel. Salah satu karya terbarunya, Bumi Cinta, dinobatkan sebagai adikarya novelis nomor 1 Indonesia. Tak berlebihan memang, mengingat begitu banyak informasi serta pengetahuan baru sarat hikmah yang kami dapatkan setelah menamatkan novel tersebut.
Melalui mahakarya terbarunya ini, Kang Abik yang sudah terbiasa menggunakan latar dan setting luar negeri semisal Mesir pada kedua novel fenomenalnya Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, kini menyapa pembacanya dengan hal yang baru. Ia memilih menggambarkan Rusia dengan segala keindahan bangunan-bangunan megah nan melegenda yang begitu terjaga keasliannya, rute-rute Kota Moskwa, dan suasana indah nan menakjubkan saat musim dingin dan musim semi dideskripsikan begitu apik, gamblang, runtut, dan lengkap. Sehingga, pembaca seakan digiring secara langsung merasakan suasana dan kondisi yang dirasakan semua tokoh dalam novel tersebut.
Novel yang merupakan hasil tadabbur si penulis atas firman Allah dalam QS. Al Anfal 8: 45-47 yang berisi resep mujarab sekaligus kunci kemenangan orang-orang yang beriman, manakala menghadapi musuh yang berat. Mengisahkan seorang santri salaf, Muhammad Ayyas, yang tengah menyusun tesis tentang Kehidupan Umat Islam Rusia di Masa Pemerintahan Stalin mengharuskannya hidup di negeri paling menjunjung tinggi seks bebas dan pornografi. Negeri paling bebas sedunia yang sebagian penduduknya adalah penganut faham free sex radikal. Cobaan terberat yang ia rasakan berasal dari nonik-nonik muda Moskwa yang kecantikannya tiada tara belum lagi lingkungan yang sangat asing akan panji-panji Islam bahkan terkesan memberangus Islam itu sendiri. Muhammad Ayyas adalah senandung jiwa-jiwa yang senantiasa mengharapkan pertolongan dari Allah. Mengerahkan segala daya dan upayanya menghindarkan diri dari berbagai upaya licik setan berwujud manusia serta gaya hidup berselimut kesenangan duniawi semata yang pada akhirnya akan menjerumuskannya ke lembah kenistaan. Melalui karakter Muhammad Ayyas yang sadar dan paham betul tentang keimanannya yang bersifat fluktuatif, kita seakan disadarkan bahwa sangat diperlukan karakter yang kuat, yang tak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan jika kita tetap ingin bertahan di daerah asing. Begitu banyak godaan tak terduga bahkan dirancang secara sempurna yang menghampiri.
Pesan penting dari novel ini memuat nilai-nilai humanis, yakni bagaimana kita harus bersikap “memanusiakan manusia”. Semua manusia di dunia ini pasti tak lepas dari salah dan khilaf. Nah disinilah sosok Ayyas memberi warna pada sekelilingnya. Dengan tips jitu Kang Abik membumikan cinta, ia meneladankan sikap yang harus kita perbuat pada sesama manusia. Ada konsep taubat yang harus diutamakan dalam bersikap. Dalam novel ini juga memuat nilai-nilai universal karena para tokoh sentralnya, Ayyas, Linor, dan Anastasia, berasal dari perbedaan keyakinan yang sangat mendasar pada pribadi masing-masing. Muhammad Ayyas yang penganut agama Islam, Anastasia Palazzo pemeluk Kristiani yang sangat konservatif, dan Linor Kurasov yang termasuk agen Mosad penganut Yahudi sejati dan sangat bangga atas gelar tersebut. Memberikan warna tersendiri bagaimana seharusnya kita bersikap menyikapi perbedaan tanpa melakukan pemaksaan kehendak. Sesuai firman-Nya, Tidak ada pemaksaan dalam menganut keyakinan yang haq.
Jadi, setiap detik dalam hidup kita haruslah menjadi sarana untuk memperbaiki diri. Teliti setiap langkah dan tidak tanduk kita dan adakan evaluasi untuk kemudian diperbaiki. Proses seperti ini tentunya tidak bisa diperoleh secara instan tetapi membutuhkan kesinambungan dan dilakukan setiap saat. Mari bersama kita jadikan Indonesia menjadi bumi cinta sebagai ladang mewakafkan diri berjuang menegakkan kalimat Allah untuk Indonesia yang lebih damai. Allahu Akbar.

Dimuat di Fajar,01 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar